Gelar Haji Hanya Ada di Indonesia

Gelar adalah tanda kehormatan, yang dikenal masyarakat secara umum baik formal (jalur edukasi dan pendidikan) atau informal ( gelar dari masyarakat dan diketahui secara luas ). Jalur edukasi dan pendidikan, merupakan jalur resmi dari pemerintah dimana penyelenggara pendidikan memberikan tanda kelulusan dengan gelar ( nama khusus ), misal lulusan teknik universitas S-1 dg ST  sarjana teknik atau insinyur, sarjana ilmu pendidikan dengan S.Pd Sarjana Pendidikan dsb. Untuk tingkat pasca sarjana umumnya diawali dengan huruf M master. Yang biasa kita dengar seperti SH. MH (hukum), MM (manajemen), M.Pd (untuk pendidikan ) dll.

suasana makkah akan sholat jumat

Khusus ibadah haji yakni beribadah ke Makkah yang merupakan rukun Islam ke 5, ternyata juga ada gelar khusus meski sebenarnya ini adalah ibadah murni yang bobotnya sama seperti puasa, sholat. Bedanya memang dalam ibadah Haji, ada pengenaan biaya yang cukup besar (konon indonesia biaya haji termasuk tinggi), makanya dulu ada haji illegal asal Indonesia Timur namun berangkatnya dari Filiphina, kok bisa ?. Ya bisa saja, buktinya administrasi bisa diurus hingga transfer biaya. Hanya saat akan berangkat, ketahuan oleh pemerintah indonesia c.q. kemenag RI. Ironis memang, ada sebagian warga kita yang punya jalur khusus di manca negara, dan kemungkinan sebelumnya pernah berjalan. Tak ada asap, kalau tidak ada api. Peribahasa yang menggambarkan peristiwa pernah terjadi walaupun hanya sekali.

Keunikan gelar haji memang ada di Indonesia. Saat umroh beberapa bulan lalu, beberapa pemuda berbagai negara sempat saya temui apakah ada gelar khusus mereka yang usai ibadah haji ?. Rata rata menjawab : tidak ada. Hanya memang ada semacam tradisi/ upacara untuk menyematkan doa keselamatan selama beribadah haji serta kepulangannya, yang diwujudkan dengan syukuran baik internal (keluarga sendiri) atau relasi. Namun gelar khusus haji tidak diberlakukan. Berbagai catatan/ tulisan di media sosial, entah darimana asalnya, memang itu dikenal saat penjajahan Belanda. lamanya menjajah lebih kurang 350 tahun, membuat Belanda paham betul sistem, budaya, adat istiadat yang ada di bumi pertiwi Indonesia tak kecuali kalangan muslim sebagai mayoritas pemeluknya, Terlebih Belanda datang berbarengan dengan hadirnya wali 9 yang dikenal dengan walisongo yang amat populer di jawa. 

Logikanya penjajahan adalah kapitalisasi, dengan demikian mayoritas pun diperlakukan sebagai pilar yang terkadang harus disanjung. Menurut cerita orang tua (baca ibu) yang sekarang masih hidup dan berusia kepala 8, ada gelaran buat kalangan muslim seperti : islam abangan ( awam ), islam santri ( pondokan ), dan islam priyayi (ningrat). Hingga sekarang pengaruh ini masih melekat dan sering ada kelompok atau komunitas dengan kelas tertentu. Simak saja, jika ada pengajian umum di masjid dihadiri oleh pejabat setingkat daerah/ kota, dipastikan pejabat di bawahnya akan turut meramaikan. Bedakan dengan pengajian kampung ( umum ) dengan undangan bebas, dipastikan pejabat yang level bawah saja ( misal Lurah ), enggan untu hadir meski bagian dari masjid dimana pejabat Lurah itu menempati. Mestinya dimaknai semua kalangan adalah sama, namun itulah budaya dan tradisi alami pergeseran akibat kapitalisasi yang merasuk hingga bidang keagamaan. 

Akan lain bila bulan puasa tiba, para pejabat tingkat apapun akan hadir di sholat tarawih, yang sebenarnya itu bukan wajib hanya di ranah  sunnah . Untung panutan dunia yakni Nabi Muhammad SAW, di beberapa acuan utama baik Al Quran dan Hadist tidak mensyaratkan itu dan tak ada satupun gelar yang disematkan yakni Haji Nabi Muhammad SAW atau Haji Abu Bakar As Shidiq RA dll. Apakah kanjeng nabi Muhammad SAW atau Abu bakar RA tanpa gelar haji menandakan keduanya belum haji ?. Yaahh.....pertanyaan memang tidak harus selalu dijawab.

bagi pengalaman

berusaha belajar menulis dan membagikan kepada siapa saja dan cukup panggil nama ifoel atau bagi pengalaman

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama