Tradisi Ponpes Yang Unik Masih Abadi

Pada hari senin 14 Agustus 2017 habis isya di rumah nirbitan Solo, saya memang mengakui itu sebuah kesalahan yakni melempar piring hingga pecah. Apa pasal ?. Sudah menjadi tradisi di pondokan warisan kakek ini, bila ada kegiatan ekstra diluar jadwal rutin para pengurus memberitahukan akan ada acara khusus, ekstra diluar jam belajar. Kemungkinan sedikit riuh meriuh akan terjadi, maklum 30 an anak laki laki seusia SMP dan SMA kumpul dalam aktivitas diluar kebiasaan. Karena tak ada pemberitahuan, ternyata saat itu ada lomba 17-an semacam stand up commedy  dengan materi bebas, hingga di aula sangat ramai dan kadang ada teriakan teriakan. Tahu itu semacam lomba dadakan, juga setelah piring pecah dan pengurus sempat komplain, karena kok tidak menegur lebih dahulu.

piring yang telah pecah

Karena saya bersikukuh dengan argumen lama, tentunya hal ini jadi alasan kami untuk demikian. Yang penting tidak melukai anak anak, dan itu warning keras kenapa saya sampai demikian. Kejadian serupa, yakni tatkala adzan Jumat dikumandangkan sementara anak anak masih asyik masuk ngobrol dan bercanda bahkan ada sedikit tawa yang ternyata itu ada tamu dari luar, teman teman sekolah. Karena sudah terdesak waktu, dan saya harus mengisi khutbah karena khotib utama berhalangan hadir maka kulempar piring, dan alhamdulillah semua keluar keluar dan langsung menuju masjid.

Pada hari jumat ada tetangga yang hajatan dan sang sohibul bait dulu zaman mudanya terkenal jago berkelahi. Ini adalah hajatan anak lelaki nya yang kebetulan dapat jodoh tak jauh dari kampungnya Nirbitan, masih sebatas wilayah Mojosongo (Solo Utara). Dalam benak saya, acara orkes atau organ tunggal akan ramai dan sedikit gaduh, maklum teman teman lamanya yg tergabung dalam komunitas ZTC ( demikian sohibul hajat ) menamai adalah bekas anak anak jalanan. Sebagian diantara mereka memang ada yang jadi pengusaha mapan. Dan kami pun maklum, apakah harus ada melempar piring padahal orkes hingga jam 00.00 ( tengah malam )...?. Tentu tidak, karena sudah disadari sebelumnya dan saya pun hadir hingga jam 23.00, hanya karena sesuatu hal/ kontrol tidur ibunda harus pamit dan pulang dulu.

Tradisi di pondok pesantren dari dulu hingga saat ini memang cukup unik. Biarpun ada pengurus yang solid namun berasal dari kalangan luar, namun peran dan andil keluarga pendiri cukup berarti. Berarti karena bisa tidak tertulis, namun di alam nyata masih ada pengaruhnya dan lebih kuat dari siapapun dan jabatan apapun di ponpes selama itu berasal dari luar. Lebih celaka lagi, umumnya kyai zaman dahulu dengan putra putri yang banyak dan diantara mereka ada perbedaan misi dan visi. Akhirnya, kepemimpinan dipengaruhi bagaimana pemegang senior itu bermanuver. dan terkadang hanya sekedar namanya masih ada, namun nilai nilai yang ditinggalkan bergeser baik skala kecil atau totalitas. Ini sering terjadi dan mewarnai ponpes dimanapun. Akan halnya jika para penerus masih menekuni bidang yang dulu digeluti para pendiri, zaman telah berubah dan terkadang tidak mumpuni untuk memegang urusan yang besar itu. Tradisi ini menyangkut silaturahim antar lembaga/ ponpes dengan masyarakat sekitar serta kelangsungan masjid sebagai soko guru aktivitas riil ( dinikmati masyarakat ).

Sejak Orba melenggang dengan luasnya, ponpes dibidik untuk andil dalam politik dan nampaknya bidikan ini jitu dan tepat. Niyat awal berdirinya ponpes untuk menyiapkan kader dan generasi muda muslim agar dijiwai iman dan taqwa bergeser menjadi lembaga bargaining power, dan tentu implikasinya akan nampak nyata. Tadinya diwarnai dengan bahtsul masaail ( membahas masalah trend ), silaturahim berbagai kalangan baik umum, tempat konsultasi awam, tabligh akabar berbagai komponen dll, tiba tiba menjadi eklusif dan tertutup. Tertutup karena para penerus ini memang tidak bisa melawan zaman dan harus melibatkan dengan : entah ormas atau orpol, hingga " ruh " yang mengalir dan netral akan terkikis. Tradisi lempar piring, gedor pintu, pukul dengan sajadah dan semisalnya untuk ajak jamaah sholat dirasa tabu saat ini, namun inilah cara yang aman. Sebab bila mengenai anak anak asuh/ santri dan kebetulan membuat sakit/ luka urusannya bukan internal lagi tapi sudah melibatkan eksternal dan ini sangat mengganggu kekhasan sebuah ponpes. Padahal gedoran pintu, lemparan piring serta tamparan sajadah itu diantara strategi melatih kemandirian dan perhatian dengan kewajiban khususnya yang utama utama. Dan insya Alloh, sampai kapanpun akan membekas menjadi ' nilai cinta dan kangen " yang luar biasa. Ada  tradisi ponpes yang unik masih abadi memang sebuah keniscayaan, sebab hidup itu memang seni dan akan ada beda mereka yang pernah di ponpes atau 0,5 ponpes ( asrama ) atau yang lepas sama sekali. Nilai kerinduan yang bermakna akan dipunyai yang pernah mondok.




bagi pengalaman

berusaha belajar menulis dan membagikan kepada siapa saja dan cukup panggil nama ifoel atau bagi pengalaman

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama