Antara Kultur Dan Struktur

Masih ingatkah perjalanan NKRI ini diantaranya ada " resolusi jihad " yang saat itu dikeluarkan oleh pendiri NU yakni alm. Hadratus Syeh alm. KH Hasyim Asy'ari. Ternyata, itu adalah permintaan presiden-1 RI alm. Ir Soekarno kepada bapak kyai dengan nama besar saat itu akibat penjajah ingin dan akan kembali invasi ke Indonesia pasca kemerdekaan RI. Nampaknya memang belum rela para penjajah ingin menguasai Indonesia, logis mereka sudah investasi nyawa dan harta tiba tiba harus hengkang. Apa jabatan sang kyai terhadap presiden Indonesia ?. Struktur jelas bukan, karena presiden secara de jure ( hukum ) adalah tertinggi di sebuah negara. Kultur memiliki kemampuan berlebih ( linuwih ) ternyata masih dipakai orang sekaliber presiden yang cukup pemberani di mata internasional. Nyata sekali presiden masih simpan jiwa kultur atau bisa dikatakan diluar indera ke-6, agar semangat perjuangan ini bisa dibangkitkan mengingat agresi kedua tentu lebih dahsyat, perlu dukungan moril & materiil estra super, atau super ekstra. Mana yang lebih tepat.




Dunia perminyakan yang padat modal & teknologi, masih ada struktur yang diluar sistem namun nampaknya tak bisa dianggap sepele. Apa itu ?, sang tukang penduga sumber minyak. Saat penulis di oil company, banyak expatriat bule katakan dengan " magic man ". Bahkan statusnya bukan outsourcing lagi, namun sudah dengan pengangkatan ( pegawai tetap ). Penulis cukup akrab dengan sang magic man ini, dan terkadang banyak cengkrama saat di lapangan. Ia menghormati kami sebagai tim teknis, kami menghormatinya sebagai tim diluar struktur yang diakui ( orang dalam ) dan biasanya selalu dampingi Big Bos setempat. Memang dan kadang dugaanya melesat, namun di tempat lain dugaanya membuahkan hasil. Pernah kami ditunjukkan sebuah sumur yang " gagal duga " dan dana terbuang cukup fantastis, yahh itulah dan demikian adanya.

Contoh nyata terakhir saat ada kesempatan berkunjung ke ponpes monumental Indonesia Termas Pacitan yang berdiri sejak tahun 1830 an dan cukup punya hubungan dekat dengan Jamsaren ( 1870 ) serta kebetulan ayah ( alm ) pernah nyantri disini usai dari Tebuireng. Usai hadiri acara CB Pacitan (regional), kami bersama istri sempatkan site visit ke ponpes Termas secara dadakan, tanpa rencana juga tanpa menelpon sebelumnya. dalam hati, insya Alloh nyambung asalkan secara kultur kita terapkan ( ta'dzim ) dan secara struktur kita sampaikan ( masih garis jamsaren ) yang dulunya antara alm KH Abu 'Amar atau bahkan naik atas lagi alm KH Idris ( jamsaren ) dengan alm KH Mahfudz Attarmisi ( Termas ) saling komunikasi meski kami di garis ke-4 ( cicit ). Menemui pimpinan ponpes yang ternyata jatuh ke jalur menantu ( cucu ) yang dulu santri juga dan asalnya dari Semarang, yang ternyata akrab dengan Bp Abu Thalib (alm ) Jamsaren. Pembicaraan hangat sempat terjalin dan saling tukar nomor HP serta alamat serta sedikit kami minta goresan tinta " saling mendoakan " dengan bahasa khas nya ( buatannya ). Pengasuh ini bisa dikatakan, diambil menantu oleh pimpinan ponpes yang bersangkutan tentu saja karena prestasi, hubungan emosiaonal dll yang sudah dikenal saat tinggal pertama kali hingga menyelesaikan di tempat tersebut. Atau dalam bahasa Jawa NPG : Nemu Pas Gedhe dan kultur ini biasa dipakai oleh kalangan Salafiyah terutama Pantura dan Jawa Timur.

Sesi kedua, kami berdua menemui Sang Gus yang dari jalur langsung yang menurut informasi pengasuh tetap memiliki performa dan wibawa tersendiri baik internal dan eksternal ( dengan para alumni ). Meski dari garis yang jauh, cucu/ cicit  dan kebetulan keahliannya di bidang lain ( otak atk mobil ) kami tetap memohon untuk tukar cerita dengan santai dan akrab. lenih lama daripada temu pengasuh utama yang karena kesehatan saat itu tak boleh lama menemui tamu. Meski secara struktur Sang Gus ini tidak mengajarkan keilmuwan secara langsung ( kemampuan berbeda skill nya ), namun dengan penguasai secara global Termas sampai hafal serta menjelaskan bagian bagian ponpes baik histori dan seputar nya. Ini justru menjadikan pertemuan  waktu lebih lama serta tak terasa, karena beliau bisa mengcover materi dengan luas namun padat dan runtut termasuk pelajaran yang menjadi mascot ponpes Termas. 

Diajak jalan jalan dari setiap lorong, serta kisah awal pondok dari kecil hingga seperti saat ini. Sesekali sambil ngopi meski siang hari, menjadikan aroma kopi darat terasa sangat berarti. Kenudian ditunjukkan dimana dulu para ayahanda dan kakeknya  sering ngobrol hingga memikirkan strategi untuk perang melawan penjajah mengingat Pacitan, jalur logistik strategis wilayah selatan. Bisa dikatakan silaturahim di Termas nampak padat berisi dengan sang Gus itu meskipun penampilan habis sholat Ashar kembali ke dunianya, hanya pakai singlet karena daerah mantan presiden SBY ini memang cukup panas, namun wilayah Termas tetap ada kesejukan karena sedikit jauh dari kebisingan. Nama Mahfudz At Tarmizi termasuk nama nama yang dikenal di Makkah mengiringi nama besar lainnya sepeti Hadratus Syeh Hasyim Asy'ari ( NU ), Ahmad Dahlan ( Muhammadiyah ), Imam Ghozali ( Al Islam ), Munawar Kholil Semarang, Al Munawir Krapyak, Bisri Musthofa Rembang ( ayah Gus mus )  yang kesemuanya adik adik kelas tingkat negara dari senior sebelumnya Imam Nawawi Al Bantani yang terkenal dengan Tafsir Muroh Labib nya. Imam Nawawi Al Bantani adalah kakek dari KH Makruf Amin, petinggi MUI saat ini.

Inilah kultur yang musti dipunyai dan dimiliki apabila seseorang ingin dan terlibat dengan dunia ponpes atau lembaga pendidikan yang memiliki histotia tertentu meskipun secara struktur mengikuti trend/ zaman ketika berada.  Akan tetapi secara kultur  biasanya tak tertulis masih terasa ujudnya dalam bentuk nilai nilai. Baik berorientasi Go Lokal, Go Regional, Go Nasional hingga Go Internasional. Meski secara struktur apalagi masa/ waktu takkan pernah bertemu mereka namun kilasan kisah dan histori seperti sanad yang sambung menyambung. Dan tentu sumbernya dari berbagai silaturahim ke berbagai tempat. Tentang perubahan akibat zaman apalagi dengan hadirnya pendatang baru seperti Salafy yang umumnya berasal dari alumni Saudi, mutawatir yang ada di Indonesia tetap melekat  serta masih terasa dekat. Ada yang masih dijaga kelestariannya, yakni saling kopdar meski jatuhnya tak sering ( pertahun ) dan cukup dimaklumi dinamika cepat sekali berubah seiring kesibukan masing masing.

Dalam Islam sebuah contoh sederhana lahirnya kultur/ tradisi ucapan Salam yang aslinya dihukumi Sunnah, namun buat yang menjawab dalam sekejap berubah menjadi Wajib. Ada juga yang berkebalikan dan cukup fenomenal, yakni pasca Perjanjian Hudaibiyah ( Sulhu Hudaibiyah ), kultur antara yang masih ingkar ( musrik ) dengan yang masih sembunyikan iman dan cenderung ke Islam masih bisa hidup bersama. Begitu terjadi gelombang pelarian mereka yang cenderung dengan Islam, akhirnya merubah kultur menjadi struktur yang jelas. Status mereka langsung pisah ( batal pernikahan ). Mengingat Rasululloh SAW menghormati perjanjian, semuanya dibiarkan mengalir apa adanya. Hingga pada usia 2 tahun perjanjian, kultur perjanjian yang semua pihak saling menghormati akhirnya salah satu pihak " terjungkal total " yakni pihak musyrik Makkah akibat strategi Nabi SAW yang relativ mengalah. Bahkan  kultur kenabian ( utusan atau wakil Alloh SWT di bumi ) sempat diejek/ dihina karena ada pihak Makkah yang tak mau panggil dengan Rasululoh, cukup dengan Muhammad Bin Abdullah ( Muhammad Putra Abdullah ).

Perubahan kultur tersebut akhirnya melahirkan Fathu Makkah yang memperkuat struktur Islam yang sudah settle ( stabil ) di Madinah. Meski sudah ditaklukkan yakni Makkah 2 tahun berikutnya, sebagai utusan Alloh SWT terikat kultur yang sudah digariskan ( ginaris dalam bhs Jawa ) bahwa akhir hayat seorang Nabi adalah dimana para nabi nabi itu menyampaikan risalah dan dakwah ( tugas kenabiannya ). Dengan demikian meski Makkah kelahiran Rosululloh ( kota biologis atau lahiriyah ) tetap tunduk dengan kultur historis ( daerah dimana kerja nyata akan dibuktikan ). Sampai sekarang pun Makkah tetap sakral sebagai wujud ibadah, namun wujud muamalah akan dijumpai di Madinah. Antara Kultur Dan Struktur memang bagai mata uang logam, sulit untuk dipisahkan 2 unsur antara muka dan belakang nya.

bagi pengalaman

berusaha belajar menulis dan membagikan kepada siapa saja dan cukup panggil nama ifoel atau bagi pengalaman

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama