Macam Masjid Menurut Pengamatan

Di kancah tanah air indonesia, macam masjid itu variasi fungsinya tergantung siapa pengelola dan yang menjadi ( kalau dalam perusahaan adalah bos nya ).Berdasar pengamatan demikian, akan didapapti perbedaan fungsi yang sangat menyolok akhirnya mengingat pimpinan sangat berpengaruh dalam kebijakannya.Di era 80 an hingga akhir 90 an, masih kyai atau ulama kharismatis yang memegang kunci roda kehidupan masjid. Pada era 2000 an ke atas, seiring perkembangan alumni dari luar negri dan berperan ingin mengembangkan ilmunya otomatis akan berdiri masjid masjid baru asal mau urus izin, adapun pembiayan seiring perbaikan sektor ekonomi segala bidang 
lebih mudah digalang karena rangsangan amal salih memang luar biasa akhir akhir ini. Ada proyek prluasan masjid dengan membutuhkan biaya lebih kurang 600 juta, panitya atau takmir baru tersedia dana 30 jt an, ini pun akhirnya juga kelar atau selesai.Siapa sih tak bangga punya masjid bagus apalagi enak dilihat dari sisi seni  dan fisik yang kokoh ?.

Namanya juga pengamatan, bisa saja keluar dari definisi yang sering dipakai umum akan tetapi format pengamatan langsung biasanya lebih efektif daripada definisi atau teori yang terkadang sudah usang. Maklum update itu pekerjaan membosankan dan bahkan bisa dikatakan melelahkan bagi sementara kalangan. Bagi yang biasa, itu hal menyenangkan malahan. Makan dan minum bahkan beribadah di masjid, bila dinalar seperti itu tentu lebih membosankan karena pkerjaan, tacara seperti itu itu saja. Dari sekian pengamatan, ada klasifikasi masjid seiring zaman moderen ini :


Desain Vector Sebuah Masjid


1. Masjid Institusi ( instansi )

Jenis masjid ini sering biasa dijumpai di berbebagai kantor, instansi atau perusahaan hingga SPBU. Tak banyak yang bisa dilakukan kecuai hanya ibadah wajib atau sekedar membaca Al Quran atau buku buku lainnya sesuai fasilitas yang disediakan.Tak jarang para pengurus menyediakan kotak amal atau infaq atau sedekah bagi pengguna ( user yang mampir ). Ada juga yang bisa dimanfaatkan untuk kalangan umum untuk menambah aktivitas, misal sebua masjid di kantor radio pemerintah sebut saja di kota Solo. Usai jamaah magrib, ada semakan atau bacaan Quran yang dilakukan warga lokal. Jika dilihat para peserta memang usianya tak muda lagi, namun semangat dan kesadaran muncul saat ini. Jika anda atau siapa saja bicara RRI Solo, tentu ada pemandangan lain di samping siaran yang mulai diinati masyarakat karena banyak nama muncul dari siaran radio itu. Sebut saja : ki dalang Manteb Sudarsono, koes plus mania dll. Dulu masjid tinggalan para Raja Raja apapun titah dan fatwa Raja bisa disaksikan secara langsung di masjid peninggalan itu. Bila Raja tak mampu secara materi bisa mengajak para Ulama lokal yang memang dijadikan tim penasehatnya untuk berbicara langsung dengan rakyat nya, terutama hal hal yang bersifat mendesak. Alih generasi, masjid masjid besar ( agung ) akhirnya menjadi asset pemerintah yang harus dilindungi ( cagar ) karena pengelolaannya memang membutuhkan anggaran besar dan untuk kurun yang tertentu pula. Masyarakat sebatas partisipant dan umumnya pengurus yang terlibat, selalu diajukan kepada pemerintah untuk selanjutnya dibuatlah semacam surat ketetapan resmi dari pemerintah.

2. Masjid Pribadi

Ada jenis lain dari yang disebut pertama. Macam masjid ini, segala keperluan dan kebutuhan dicukupi oleh keluarga secara turun temurun. Masyarakat dilibatkan dalam aktivitas rutin, ekstra hingga sholat hari raya dll sebatas partisipant atau jamaah bahkan pengurus pun diijinkan. Urusan pendanaan ?, sama sekali belum melibatkan pihak luar termasuk jika ada pengajian akbar, semua keperluan akan dipenuhi secara pribadi dan tak mungkin didapati adanya kotak amal atau kotak kotak infaq lainnya. Sepertinya ke depan, masjid jenis ini akan banyak temui kendala karena secara umum dan diketahui masyarakat adanya masjid memang untuk umum dan pendanaan pun syah bila dari luar. Akan sampai berapa turunan mampu menopang secara pribadi ?. Kebaikannya tetap ada, karena keluarga sudah berkomitmen untuk berjanji memenuhi segala kebutuhan masjid yang telah dibangunnya step by step dan awalnya memang berbentuk sederhana. Penulis pernah kunjungi jenis ini, dan kebetulan dipersilakan mengisi atau sekedar ceramah singkat dan memang benar, tak ada kotak yang memutar serta segala konsumsi yang ada dari pemilik yang bersangkutan

3. Masjid Priyayi

Ini lain lagi, priyayi menurut kacamata penulis adalah mereka yang sedikit ada status atau jabatan di sebuah wilayah terutama untuk menjadi pengurusnya. Meski potensi banyak, karena yang menjadi pengurus model priyayi atau pejabat, tentu potensi maksimal yang ada pada jamaah belum termaksimalkan. Kenapa ?. Semua disesuaikan dengan selera dimana para pengurus itu mengurus, dan resikonya karena hanya bermodalkan priyayi/ jabatan terkadang hal hal yang pokok dan prinsip untuk mendukung kegiatan utama masjid jadi terabaikan. Bahkan karena loyalitas dan lobby yang baik dengan beberapa pejabat atau instansi, jamaah pun kurang paham dengan misi dan visi masjid yang bersangkutan akibat urusan hanya dipegang kalangan yang berpengaruh. Lebih fatal lagi, pengurus tsb karena sudah terpandang di masyarakat untuk terlibat aktiv pun, masih lihat lihat. Seperti misalnya ada kunjungan dari pejabat lokal hingga regional maka semua akan nampak sibuk. Sedangkan kegiatan ke dalam, yang kadang diramaikan masyarakat tanpa pamrih masih dipandang sebelah mata. Yang penting tidak mengganggu eksistensi para priyayi dalam mengemban tugas juga nama baik mereka. Penulis pernah menjumpai jenis masjid ini bahkan pengajiannya sempat di stop gara gara kurang selera dengan para pengurus, padahal kajiannya cukup bagus dan acuan/ buku yang dipakai digunakan secara nasional dan internsional. Proses pembubarannya pun cukup unik yakni : dicarikan masalah masalah yang sebenarnya tidak prinsip seperti : masalah pribadi dengan kelebihan/ kekurangan, issu/ gosip yang belum jelas, dll. Pada intinya, yang bisa penulis simpulkan : para pengurus itu terbebani nama sedang kemampuan kurang. Saya cukup membuat perumpamaan : untuk sewa mobil saja, perlu driver yang yang bagus karena sudah membayar. Kenapa untuk terlibat kegiatan yang namanya masjid, kok tak seimbang ?. Seperti asal asalan yang penting sesuai selera mereka para priyayi itu.


4. Masjid Illahy/ Nabawy

Yang penulis maksud bukan dalam artian " masjid nabawi " yang cuma 1 di kota Madinah Munawwaroh saat ini. Namun lebih pada konsep orientasi dan fungsi. Ingin meniru konsep yang telah digariskan zaman Nabi ( baca Nabi Muhammad SAW ), karena keterbatasan keadaan meskijauh dari kekurangan, akan tetapi sudah mengoptimalkan masjid sebagai center of change ( agen perubahan ). Memang pada era Nabi SAW, luar biasa penggunaannya sampai sampai Beliau sendiri tak sempat mengurus pribadinya dalam hal sarana & prasarana, yakni rumahnya menempel di masjid tersebut. Bagi yang pernah ke Masjid Nabawy Madinah, bila sempat kunjungi makam Beliau yang beriringan dengan 3 sahabat besar ( Abu Bakar RA, Umar RA & Usman RA ) yahh....itulah tempat tinggal Beiau di Madinah saat risalah dan kejayaan islam bertengger. Fungsi masjid nya sudah menjangkau keperluan jamaah, warga, perencanaan dakwah, tempat berkumpulnya para tamu, majelis ilmu hingga persiapan perang jihad fi sabilillah ( mobilisasi dan demobilisasi ). Ada sebuah riwayat tentang perang Uhud, mereka yang terluka atau sekarat dibawa dari medan laga lalu dikumpulkan di masjid tsb. Ini tidak mungkin ditiru atau dibuat contoh zaman sekarang, karena urusan perang antar negara sudah dikomandoi oleh tentara negara. Masih banyak keutamaan dan jati diri Masjid Nabawy itu, tak mungkin disebut semuanya.

Zaman moderen, tak menutup kemungkinan untuk berperan seperti point ini,  hanya potensi potensi yang ada dan bisa dikembangkan yang bisa ditarik dalam aktivitas masjid selama tidak tabrakan time shcedule bisa dibicarakan. bahkan keadaan sosial jamaah, sudah masuk daftar pendataan hingga radius seberapa yang dibutuhkan. Karena peran yang multi, tentu pengadaan dan pendanaan lebih memakan anggaran, namun seiring kesadaran masyarakat ( muslim ) yang antara permintaan dan hasil yang diperoleh, nampaknya dana bisa diadakan dengan mudah. Sebab semuanya bisa dinikmati kalangan yang paling lemah pun dari sekian para jamaah baik secara sosial, masyarakat hingga urusan paling krusial seperti kesehatan masyarakat yang tentu jadi kendala tersendiri untuk kelas menengah ke bawah, sedang kesehaan sendiri termasuk hal hal yang diprioritaskan. Nah, urusan yang demikian sudah difasilitasi oleh masjid apalagi masalah masalah lainnya yang lebih besar.  Bahkan skala aktivitas pun sudah bisa disaksikan secara umum baik media lokal atau yang lebih besar. Tak sedikit model masjid seperti ini luar biasa mandirinya, karena didukung dengan sebuah atau bebrapa badan usaha yang mampu diadakan oleh masjid ybs.

Masjid Jogokaryan Jogjakarta, rupanya sudah bisa masuk kategori ini meski belum atau perannya seperti Masjid Nabawy. Akan tetapi, dengan kreativitas dan kejelian para pengelola, semua kegiatan dan potensi jamaah terfasilitasi bahkan semacam kajian yang berbeda beda pun di ijinkan beraktivitas sepanjang tidak overlapping waktu. Msjid pun menyediakan fasilitas penunjang hingga para partisipant bisa semangat sebab akan didapat interaksi baik lokal, nasional hingga internasional sudah menjiwai masjid tersebut meskipun letaknya juga di kampung atau bukan tengah kota. 


5. Masjid Dhirory

Tak bagus melupakan kisah masjid Dhirory yang ada pada masa risalah islam terutama di Madinah dengan keberadaan masjid dhirory. Masjid ini dibangun bukan untuk pengembangan dakwah atau syiar islam, justru untuk memprovokasi bahkan dengan kata lain menghambat laju dakwah Islam. Kok ujudnya Masjid ?. Sederhana saja, nabi saja ada yang mendapat gelar " Nabi Palsu " apalagi sekedar masjid. Juga tak bagus menyebut dimana masjid dhirory ini berada ? yang pasti Al Quran sudah menyebut dan bila Al Quran sudah singgung, entah zaman kapanpun akan tetap ada. Bisa zaman lalu atau sekarang atau masih jauh lagi. Umumnya masjid ini dibangun, karena konstelasi politik yang berkembang hingga untuk mengelabuhi para warganya dengan harapan bisa meraup kepentingan, perlu diadakan atau dibangun masjid yang sebenarnya jauh dari nilai nilai kemasjidan itu sendiri, Wallohu A'lam.

Demikian yang bisa ditampilkan tentang review masjid khususnya sebatas pengamatan penulis saja, lain dengan pengamatan para kanjeng pembaca yang budiman bisa saja ditambahkan atau dikurangi, yang penting bisa memwakili apa yang sedang dikenal saat ini. Namanya klasifikasi itu, jika kurang banyak kok seperti kurang lengkap. Akan tetapi terlalu banyak klasifikasi, justru akan menyulitkan karena saking banyak dan bhineka nya keberadaan masjid masjid di Indonesia. Yang pasti benarnya, memnfaatkan masjid serta memakmurkannya dengan aneka aktivitas buka sesuatu ( barang murah ). Ada tenaga kebersihan zaman Nabi SAW hanya sebagai tenaga penyapu masjid kebetulan wanita, saat wafat malam hari dan Nabi SAW tidak diberitahu atas meninggalnya wanita tersebut cukup membuat Beliau sedikit agak marah ditandai dengan wajah yang memerah, tanda sangat perhatiannya dengan bangunan yang bernama masjid walaupun tarafnya hanya penyapu/ pembersih masjid yang yang bisa jadi menurut pandangan awam dianggap biasa saja.






bagi pengalaman

berusaha belajar menulis dan membagikan kepada siapa saja dan cukup panggil nama ifoel atau bagi pengalaman

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama